Share
“Ayo, baca doa sebelum tahfidz..!”, perintah Wibi lembut kepada anak-anak para princess surga yang sangat dicintainya sepenuh hati, insyaAllah. Lantunan irama doa nan indah menyejukkan qolbu. Namun doa ini tidak dibaca oleh semua anak di kelas. Jiya terlambat lagi. Ini sudah yang ke sekian kalinya.
Jiya tidak membantah sebelumnya bila diberi sanksi keterlambatan. Dia rela mengerjakan apa saja yang di suruh. Saat ditanya alasan terlambatnya dia ke sekolah, Jiya selalu menunduk. Tidak ada alasan jelas.
Wibi meminta Jiya ke luar kelas dan duduk di teras samping. Wibi merangkul Jiya seperti yang pernah dia lakukan pada Rama. Akan tetapi, kali ini berbeda. Tidak seperti Rama yang bisa menjelaskan isi hatinya, Jiya menangis. Menangis terisak.
Wibi memeluk erat Jiya. Berusaha menyatukan hati. Tidak ada kata yang terucap. Hanya aliran pemahaman yang terjadi. Ada beban berat yang dialami Jiya. Dia bahkan tidak mampu mengutarakannya. Wibi merasakan itu. Pelukan semakin mempererat pelukan dan mengusap kepala Jiya sambil berkata, “Tidak apa-apa, Miss tidak marah. Silahkan menangis, Miss memeluk Jiya. Apa pun yang terjadi, Jiya kuat ya. Jiya hebat. Miss sayang Jiya bagaimana pun kondisinya. Jiya yang semangat ya!” Tangisan Jiya memudar dengan anggukan kecilnya.
Usut mengusut, Jiya dulunya berasal dari keluarga terkaya di kampungnya. Sang kakek kemudian beristri lagi dan usaha yang selama ini berjaya jatuh ke tangan orang. Jiya yang di waktu permulaan memasuki SD selalu ditemani mamanya, sekarang tidak lagi. Kakaknya pun terdengar sering bermain ke luar bersama teman-temannya. Letak rumah yang jauh membuat Jiya harus diantar ke sekolah. Apa daya, seringkali tidak ada yang bisa mengantar ke sekolah tepat waktu karena pada umumnya orang di rumah terlambat bangun. Alhasil, jiya selalu terlambat.
Jiya tidak pernah bercerita. Hanya pernah melontarkan bahwa tidak ada yang bisa mengantarnya ke sekolah cepat. Tidak apa-apa. Wibi hanya bisa memberinya dukungan bila Jiya terlihat mulai termenung. Alhamdulillaah, Jiya mulai giat. Memang suasana hati kadangkala turun, namun Jiya sering diberi penghargaan khusus karena kegigihan dalam menghafal ayat Alquran juga dalam belajar.
“Ini adalah hidup Jiya, Jiya yang pilih mau seperti apa. InsyaAllah, Allah akan selalu membantu. Jiya bisa jadi apa pun yang Jiya mau!”, demikian pesan Wibi yang sering diulang untuk muridnya, Jiya.
Ketika Guru tidak hanya profesi, tapi juga menjadi pemberi pelukan..
“Anak-anak yang ‘super’ itu berubah menjadi anak-anak yang manis..”
“Jadi, saya akan meneruskan memeluk mereka juga setiap hari ya..”
“Sekarang Wali Kelas yang baru itu menjadi Miss Wibi kedua”
ditulis oleh WIILYAN BAYORA
Share
“Ayo, baca doa sebelum tahfidz..!”, perintah Wibi lembut kepada anak-anak para princess surga yang sangat dicintainya sepenuh hati, insyaAllah. Lantunan irama doa nan indah menyejukkan qolbu. Namun doa ini tidak dibaca oleh semua anak di kelas. Jiya terlambat lagi. Ini sudah yang ke sekian kalinya. Jiya tidak membantah sebelumnya bila diberi sanksi keterlambatan. Dia rela mengerjakan apa saja yang di suruh. Saat ditanya alasan terlambatnya dia ke sekolah, Jiya selalu menunduk. Tidak ada alasan jelas. Wibi meminta Jiya ke luar kelas dan duduk di teras samping. Wibi merangkul Jiya seperti yang pernah dia lakukan pada Rama. Akan tetapi, kali ini berbeda. Tidak seperti Rama yang bisa menjelaskan isi hatinya, Jiya menangis. Menangis terisak. Wibi memeluk erat Jiya. Berusaha menyatukan hati. Tidak ada kata yang terucap. Hanya aliran pemahaman yang terjadi. Ada beban berat yang dialami Jiya. Dia bahkan tidak mampu mengutarakannya. Wibi merasakan itu. Pelukan semakin mempererat pelukan dan mengusap kepala Jiya sambil berkata, “Tidak apa-apa, Miss tidak marah. Silahkan menangis, Miss memeluk Jiya. Apa pun yang terjadi, Jiya kuat ya. Jiya hebat. Miss sayang Jiya bagaimana pun kondisinya. Jiya yang semangat ya!” Tangisan Jiya memudar dengan anggukan kecilnya. Usut mengusut, Jiya dulunya berasal dari keluarga terkaya di kampungnya. Sang kakek kemudian beristri lagi dan usaha yang selama ini berjaya jatuh ke tangan orang. Jiya yang di waktu permulaan memasuki SD selalu ditemani mamanya, sekarang tidak lagi. Kakaknya pun terdengar sering bermain ke luar bersama teman-temannya. Letak rumah yang jauh membuat Jiya harus diantar ke sekolah. Apa daya, seringkali tidak ada yang bisa mengantar ke sekolah tepat waktu karena pada umumnya orang di rumah terlambat bangun. Alhasil, jiya selalu terlambat. Jiya tidak pernah bercerita. Hanya pernah melontarkan bahwa tidak ada yang bisa mengantarnya ke sekolah cepat. Tidak apa-apa. Wibi hanya bisa memberinya dukungan bila Jiya terlihat mulai termenung. Alhamdulillaah, Jiya mulai giat. Memang suasana hati kadangkala turun, namun Jiya sering diberi penghargaan khusus karena kegigihan dalam menghafal ayat Alquran juga dalam belajar. “Ini adalah hidup Jiya, Jiya yang pilih mau seperti apa. InsyaAllah, Allah akan selalu membantu. Jiya bisa jadi apa pun yang Jiya mau!”, demikian pesan Wibi yang sering diulang untuk muridnya, Jiya. Ketika Guru tidak hanya profesi, tapi juga menjadi pemberi pelukan.. “Anak-anak yang ‘super’ itu berubah menjadi anak-anak yang manis..” “Jadi, saya akan meneruskan memeluk mereka juga setiap hari ya..” “Sekarang Wali Kelas yang baru itu menjadi Miss Wibi kedua” ditulis oleh WIILYAN BAYORA